Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) adalah bukti tanda daftar yang wajib dimiliki oleh berbagai jenis usaha yang berkaitan dengan sektor pariwisata, seperti usaha Jasa Perjalanan Wisata, Penyediaan Akomodasi, Jasa Penyediaan Makanan dan Minuman, Jasa Pramuwisata, Penyelenggaraan Pertemuan, dan beberapa usaha lainnya. TDUP adalah dokumen resmi yang membuktikan bahwa usaha pariwisata yang dilakukan oleh pengusaha telah tercantum di dalam Daftar Usaha Pariwisata
Usaha penyediaan akomodasi adalah usaha penyediaan pelayanan penginapan untuk wisatawan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya. Tercakup dalam bidang ini adalah: usaha hotel (baik hotel bintang maupun non-bintang), bumi perkembahan, persinggahan karavan, vila, pondok wisata, motel, serta jenis usaha akomodasi lain yang diatur oleh Bupati, Walikota dan/atau Gubernur (seperti wisma, rumah kos, dll).
Pendaftaran yang dilakukan terhadap jasa penyediaan akomodasi (hotel, bumi perkemahan, persinggahan karavan, vila, dan akomodasi lain) mencakup fasilitas berupa pelayanan pariwisata lain (jasa makanan dan minuman, penyelenggaraan kegiatan dan rekreasi, dan/atau spa) yang diselenggarakan oleh pengusaha yang sama di akomodasi yang sama.
Pelaku usaha perseorangan yang tergolong usaha mikro atau kecil dibebaskan dari keharusan untuk melakukan pendaftaran usaha pariwisata. Pengusaha perseorangan tersebut dapat mendaftarkan usaha pariwisatanya berdasarkan keinginan sendiri
Pasal 4 Permenpar 18/2016
Setiap Pengusaha Pariwisata dalam menyelenggarakan usaha pariwisata wajib melakukan pendaftaran usaha pariwisata. Pengusaha Pariwisata dapat berbentuk perseorangan, badan usaha, badan usaha berbadan hukum. Perseorangan harus merupakan warga negara Indonesia. Sedangkan Badan usaha dan badan usaha berbadan hukum merupakan badan usaha yang berkedudukan di Indonesia.
Pasal 1 angka 76 Permenpar 18/2016
Tanda Daftar Usaha Pariwisata (“TDUP”) adalah dokumen resmi yang diberikan kepada Pengusaha Pariwisata untuk
dapat menyelenggarakan usaha pariwisata.
Untuk jenis penyediaan akomodasi berupa hotel (bintang dan non-bintang) dan motel, pemohon TDUP wajib berupa badan usaha berbadan hukum (PT dan Koperasi).
Untuk bumi perkemahan, persinggahan karavan dan vila, pemohon TDUP dapat berupa badan usaha berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum (Perseorangan, CV atau Firma) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Untuk pondok wisata dan akomodasi lainnya, pemohon TDUP dapat berupa usaha perseorangan
Pelaku usaha perseorangan yang tergolong usaha mikro atau kecil
(sesuai dengan kriteria pada peraturan perundang-undangan) dibebaskan
dari keharusan untuk melakukan pendaftaran usaha pariwisata. Namun demikian,
yang bersangkutan dapat mendaftar usaha pariwisatanya berdasarkan keinginan sendiri
untuk mempercepat pengembangan usahanya.
Dengan demikian, usaha bidang penyediaan akomodasi yang diwajibkan untuk mengurus TDUP adalah yang telah memiliki aset di atas Rp 500 juta atau omzet di atas Rp 2,5 milyar per tahun.
Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Usaha Pariwisata;
Pasal 2 Permenpar 18/2016
Secara garis besar tahapan pendaftaran usaha pariwisata terdapat 3 tahapan, Pasal 19 Permenpar 18/2016
1. Teguran Tertulis
Pasal 37 ayat (1) jo. Pasal 4 ayat (1) Permenpar 18/2016, Setiap Pengusaha Pariwisata yang tidak melakukan pendaftaran usaha pariwisata dapat dikenai sanksi teguran tertulis pertama.
Pasal 37 ayat (2) Permenpar 18/2016, Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diberikan teguran tertulis pertama, Pengusaha Pariwisata tidak memenuhi teguran pertama maka dikenai sanksi teguran tertulis kedua.
Pasal 37 ayat (3) Permenpar 18/2016, Apabila dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah diberikan teguran tertulis kedua, Pengusaha Pariwisata tidak memenuhi teguran kedua maka dapat dikenai sanksi teguran tertulis ketiga.
2. Pembatasan Kegiatan Usaha
Pasal 38 ayat (1) Permenpar 18/2016, Setiap Pengusaha Pariwisata yang tidak mematuhi sanksi teguran tertulis dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah diberikan teguran tertulis ketiga, dikenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha.
Pasal 38 ayat (2) Permenpar 18/2016, Sanksi pembatasan kegiatan usaha diberikan juga kepada Pengusaha Pariwisata yang tidak menyelenggarakan kegiatan usaha secara terus menerus untuk jangka waktu 6 (enam) bulan atau lebih.